Laman

Kamis, 07 Januari 2016

KOTA SANTRI

GRESIK KOTA SANTRI & BUDAYA PARA SANTRI

Kota Gresik Terkenal dengan Masyarakat yang  Religius (taat beragama), yang mayoritas masyarakat Gresik memeluk Agama Islam. Terdapat pusat pendidikan ajaran agama Islam alias pesantren dan juga tempat – tempat ibadah umat Islam yang jumlahnya ribuan serta memiliki banyak tradisi maupun sebagai penghasil kerajinan bernuansa islam yang khas di kota tersebut, Berdasarkan itulah maka Kota Gresik Mendapatkan Julukan  Sangat Prestisius untuk di dengar telinga yaitu Gresik Kota Santri.

Selain itu gresik juga memiliki julukan kota wali karena terdapat dua makam waliyullah di kota tersebut yaitu orang yang berjasa atas tersebarnya islam di tanah jawa. sebutan lain  kota ini adalah Kota Industri dikarenakan banyaknya perusahaan-perusahaan yang dapat kita temui di sebelah kanan kiri sepanjang jalan kota Gresik. Hal inilah yang membuat kota Gresik banyak dikenal oleh masyarakat luas.

Luas wilayah kabupaten Gresik 1.191,25 km² dengan jumlah penduduk sebesar 1.307.995 jiwa terdiri dari 658.786 laki-laki dan 649.209 perempuan. Kota Gresik memiliki 80 lebih pondok pesantren dan jumlah santri mencapai 28.829 santri. Bersama dengan  Sidoarjo , Gresik merupakan salah satu penyangga utama  Kota Surabaya , dan termasuk dalam kawasan  Gerbangkertosusila .

Metode Tahfidhul Qur’an Ponpes di Gresik

Pesantren adalah sebuah pendidikan tradisional yang para santri tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan  kiai  dan mempunyai  asrama  untuk tempat menginap santri. Santri tersebut berada dalam kompleks yang juga menyediakan masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar, dan kegiatan keagamaan lainnya. Kompleks ini biasanya dikelilingi oleh tembok untuk dapat mengawasi keluar masuknya para santri sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pondok Pesantren merupakan dua istilah yang menunjukkan satu pengertian. Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana terbuat dari bambu. Di samping itu, kata pondok mungkin berasal dari Bahasa Arab Funduq yang berarti asrama atau hotel. Di Jawa termasuk Sunda dan Madura umumnya digunakan istilah pondok dan pesantren, sedang di Aceh dikenal dengan Istilah dayah atau rangkang atau menuasa, sedangkan di Minangkabau disebut surau.

Pesantren juga dapat dipahami sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran agama, umumnya dengan cara nonklasikal, di mana seorang kiai mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh Ulama Abad pertengahan, dan para santrinya biasanya tinggal di pondok (asrama) dalam pesantren tersebut. Pesantren terbagi menjadi beberapa jenis diantaranya ada Pesantren Salaf, Modern, semi Modern dan Takhfidzul Qur’an (hafalan Al-Qur’an)

Berbagai macam cara dalam menghafal Al-Qur’an, setiap pondok pesantren menerapkan metode yang berbeda-beda. Seperti pondok pesantren Alanuriyah menerapkan metode warisan ulama’ dahulu  menggunakan metode Clasik yaitu santri membaca seluruh ayat yang hendak dihafalkan dalam satu halaman dengan cara melihat mushhaf (bi al-Nazhar) dibaca berulang-ulang sambil mengamatinya dengan cermat panjang pendek harakatnya, sehingga memperoleh gambaran menyeluruh tentang lafal maupun urutan ayat-ayatnya.

Selanjutnya santri menghafalkan ayat demi ayat diulang-ulang secara hafalan (bi al-ghoib) sampai tidak ada kesalahan. Satu ayat hafal pindah ke ayat selanjutnya dan setiap ayat berikutnya harus selalu mengulang ayat sebelumnya begitu seterusnya sampai hafal satu halaman.

Berbeda dengan ponpes Alanuriyah, Sebagai sebuah pesantren yang menitik beratkan pada program tahfidz Al Qur’an, Pondok Pesantren Ngaren dibawah bimbingan KH Muhammad Nur tidak memasang metode dan target dalam menghafal al-Quran. Tergantung kreatifitas santrinya sendiri dalam menghafalkan ayat Al-Qur’an. Tak seperti pesantren tahfidz al-Quran pada umumnya. Namun, pesantren ini tetap selalu berupaya dapat meluluskan para santri yang hafal Al-Qur’an 30 juz secara bil ghoib.

Lain di Ponpes Ngaren lain pula di ponpes takhfidz An Najah Gresik pimpinan Anwar Machzumi. Di yayasan An Najah menggunakan metode Tikrar. Metode ini diyakini sebagai bentuk sistemisasi cara menghafal Al-Qur’an yang paling tua dan banyak diamalkan oleh para penghafal Al-Qur’an terdahulu dengan prinsip mengulang-ulang bacaan dan tulisan Al-Qur’an karena memang pengulangan merupakan kunci sebuah hafalan. Al Qur’an Tikrar juga sangat membantu dalam metode hafalan ini, ada beberapa pembagian kolom – kolom di dalamnya seperti kolom yang diberi kode TL (berjumlah 24 kolom penanda tilawah atau jumlah kita membaca Al-Qur’an tersebut) yang kemudian ditandai berapa kali kita membacanya.

Disamping tulisan ayat Al-Qur’an Tikrar juga terdapat 168 kolom dan 121 kolom untuk meletakkan nomor ayat, kemudahan yang lain yaitu adanya kolom murojaah (pengulangan) dan diberikan kata kunci dibawahnya yang diambil dari ayat yang dihafal.

Budaya Santri di Kota Santri

Diluar kegiatan mengaji dan belajar ilmu agama para santri, melakukan berbagai hal sesuai hoby masing-masing ada yang bermain bola, badminton, memelihara burung, memanfaatkan lahan untuk menanam sayur,memasak, memelihara kambing dan ada juga membuat asesoris kemudian dijual.
Selain itu para santri juga memiliki kebiasaan-kebiasaan yang unik diantaranya seperti saat hafalan Al-Qur’an atau hafalan materi yang diberikan oleh ustadz mereka hafalan dengan gaya mereka sendiri ada yang hafalan di pojokan masjid, ada yang hafalan di bawah pohon di atas atap dan berbagai gaya lain yang mereka lakukan.

Ada satu lagi tradisi santri yang lebih unik yaitu kebersamaan mereka saat makan dengan satu lengser/nampan/tempeh untuk beberapa santri. Ada yang menyebutnya “pitu-pitu” karena satu tempeh untuk makan tujuh orang. Mereka memasak bersama-sama kemudian makan dengan menggunakan sendok alami pemberian dari Allah yaitu tangan.

Entah bagaimana awal mulanya kebiasaan makan seperti itu namun tradisi tersebut turun-temurun masih banyak dilakukan oleh para santri di berbagai pondok pesantren di Indonesia termasuk di Gresik. Kebersama mereka sungguh luar biasa tanpa memandang anak konglomerat ataupun anak orang melarat, tanpa memandang anak pengusaha ataupun anak orang biasa semuanya sama. Dari situ kita belajar bahwa semua manusia dihadapan Allah itu sama tidak pandang kaya, miskinnya tapi ibadahnya. *(ufa/berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar